makan siang gratis
Pembicaraan mengenai program makan bergizi gratis ala Presiden Terpilih Prabowo Subianto masih terus bergulir. Maklum, hingga saat ini belum ada skema jelas terkait penyaluran program populis tersebut.
Teranyar, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan skema program makan bergizi gratis yang dirancang Prabowo. Namun, ini pun masih sekadar terkait menu makanannya.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Amich Alhumami mengatakan menu makan akan berubah setiap pekannya.
"Itu kan bisa dibuat secara bervariasi dalam sepekan itu menu apa saja supaya tidak bosan, dan bisa saja nanti menu-menu itu bahkan menu yang pertama itu baru ketemu lagi misalnya di pekan kedua, itu untuk menghindari kebosanan itu," ucap Amich dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, Senin (26/8).
Amich mengatakan jika nantinya menu makanan yang disajikan tidak sesuai dengan selera peserta, maka bisa dibawa pulang. Ia pun memastikan menu makanan yang disajikan akan disesuaikan dengan gizi yang ditetapkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia.
Soal anggaran makanan yang disajikan per porsinya, Amich belum mau mengungkapkannya. Ia hanya memastikan program dengan anggaran Rp71 triliun untuk tahun depan itu akan mengutamakan pangan lokal. Sementara, terkait seluruh proses makan bergizi gratis nantinya akan dijalankan oleh Badan Gizi Nasional.
"Mereka ini yang akan bertanggung jawab secara teknis pelaksanaan di lapangan. Nanti ada unit pelayanan di tingkat operasional, di tingkat lapangan, dan juga ada divisi di tingkat wilayah itu, yang itu nanti akan mengkoordinasikan operasionalisasi dari pelaksanaan program ini," kata Amich.
Lantas, harus berbentuk seperti apakah program ini agar gizi pada makanan terjaga dan tetap dikonsumsi peserta?
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita berpendapat untuk memastikan kadar gizi memenuhi standar, pemerintah pasti bisa melakukannya. Salah satunya bisa dituangkan dalam kontrak yang jelas dan detail untuk pihak ketiga yang menerima tender pengadaan. Dalam kontrak, perlu tercantum sanksi yang tegas dan jelas pula.
Meski demikian, soal apakah makanan tersebut akhirnya dimakan atau terbuang, sangat bergantung kepada penetapan sasaran target kebijakan makan bergizi gratis. Menurutnya, jika hanya berpatokan kepada kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), maka hasilnya akan sangat minimal.
Pasalnya, kelompok masyarakat miskin sebenarnya juga banyak berada di kawasan padat penduduk seperti Pulau Jawa dan Sumatera.
Di kawasan 3T, misalnya, tentu potensi tepat sasarannya akan cukup tinggi. Sehingga, peluang makanan bergizi gratis menjadi mubazir cukup rendah. Apalagi, rata-rata masyarakat di kawasan 3T berkategori layak menerima insentif makanan gratis.
Tapi, di kawasan perkotaan dan daerah-daerah non 3T seperti di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, dan lainnya para penduduknya terbagi dalam tingkat ekonomi yang beragam.
"Anak dari segmen kelas menengah acap kali bercampur dengan anak-anak dari kelas bawah di sekolah-sekolah. Sehingga seleksinya harus jelas," imbuh Ronny.
Ia mengatakan potensi mubazir akan terjadi bagi penerima dari segmen masyarakat kelas menengah ke atas. Pasalnya, bisa saja mereka menganggap kualitas makanan gratis berada di bawah kualitas makanan sehari-hari anak mereka.
Sedangkan penerima program dari segmen bawah dari kelas menengah dan kelas bawah sangat berpotensi mengonsumsi apapun bentuk makan siang gratis dari pemerintah. Maklum, makan gratis dirasa sangat membantu kedua segmen ini dalam mengurangi berbagai macam beban hidup yang telah dialam
Selanjutnya, perkara apakah penyediaan makannya akan diserahkan ke sekolah atau ke orang tua murid, Ronny berpendapat program itu lebih tepat dilakukan secara profesional dengan menyerahkannya kepada pihak swasta.
Menurutnya, itu perlu karena ada dua alasan. Pertama, program makan bergizi gratis bukanlah tugas sekolah dan bukan pula tugas orang tua murid. Dengan kata lain, jika diserahkan kepada mereka, justru berpotensi mengganggu aktivitas utama mereka, yakni mendidik.
"Kedua, lebih mudah melakukan pengawasan jika dilakukan secara profesional oleh pihak swasta, tidak menimbulkan conflict of interest di pihak sekolah atau di pihak orang tua murid," sambung Ronny.
Tentang Penulis
by : SOFYAN ALLATIF |
0 Comment